PERNAKAH terbersit tanya dalam hati atau pikiran, dari mana asal muasal diadakannya pencatatan dalam transaksi penjualan? Atau dalam dunia modern di sebut dengan kata ‘akuntansi’. Jangankan orang biasa yang tak mengerti tentang akuntansi, bahkan mungkin mahasiswa yang mengambil jurusan akuntansi pun belum tentu mencari tahu tentang hal itu.
Dalam catatan sejarah, pencatatan tertua itu berasal dari Babilonia pada 3600 tahun Sebelum Masehi, itupun hanya berupa pencatatan bayaran gaji. Penemuan pencatatan yang lainnya yaitu di Mesir dan Yunani kuno. Yang jika dibandingkan dengan sistem pencatatan sekarang, pencatatan pada zaman dahulu itu belum sistematis dan terkadang tidak lengkap.
Namun, akuntansi atau pencatatan suatu usaha itu selalu berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangannya itu bersamaan dengan dikembangkannya system pembukuan ganda (double entry system) oleh pedagang-pedagang di Venesa.
Luca Pacioli. Dialah yang di sebut sebagai Bapak Akuntansi. Dia yang pertama kali memperkenalkan tentang system pembukuan ganda tersebut pada tahun 1494. Dia yang menerbitkan buku berjudul‘Summa de Arithmatica, Geometria, Proportioni et Proportionalita.’ Bagian buku tersebut yang membahas tentang pembukuan ada 37 bab, dengan judul ‘Tractatus de Computis et Scriptorio.’
Padahal nih, dalam agama Islam kata akuntansi itu sudah menjadi kata yang sudah tidak asing lagi. Bahkan mungkin bukan menjadi suatu lmu yang baru. Mengapa? Karena dalam peradaban Islam, sudah dikenal Baitul Mal yaitu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai Bendahara Negara. Baitul Mal itulah yang menjamin kesejahteraan sosial masyarakat.
Bahkan masyarakat muslim itu sudah mempunyai akuntansi yang di sebut Kitabat al Amwal. Kitab yang merupakan sebuah mahakarya tentang ekonomi yang dibuat oleh Abu Ubaid – seorang ahli ekonomi Islam – yang menekankan beberapa issu mengenai perpajakan, hukum, serta hukum administrasi dan hukum international.
Konsep akuntansi yang harus diikuti oleh setiap pelaku bisnispun sebenarnya telah di gariskan dalam Kitab Suci Al-Qur’an. Konsep tersebut dinyatakan dalam QS. Al-Baqarah ayat 282 yang artinya sebagai berikut.
“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai (melakukan utang piutang) untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaknya seorang penulis diantara kamu menulis dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, hendaknya ia menulis. Dan hendaknya orang berhutang itu mengimlakkan (mendiktekan) apa yang ditulis itu, dan hendaknya dia bertaqwa kepada Alloh, Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya…”
Subhanallah, itulah pembuktian bahwa Islam itu bersifat menyeluruh. Tidak hanya dalam hal agama, namun dalam segi ekonomi pun, sudah diatur dalam Islam. Bahkan tertulis jelas dalam al-Qur’an 14 abad lalu tentang tata cara dan panduannya sejak dulu, dan akan sangat dibutuhkan di masa sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar